blink

Selasa, 05 April 2011

Prophethood for Teens, Bukti (11d): Mukjizat Agung: Al-Qur’an~~By admin



Al-Qur’an adalah mu’jizat abadi Nabi Besar, khatam an-nabiyyin, Muhammad saw. Merupakan mu’jizat yang jauh lebih besar, lebih agung dari Musa as. membelah lautan, ‘Isa as. meniup burung yang terbuat dari tanah debu hingga menjadi burung hidup ataupun
Sulaiman as. yang berkendara angin. Di antara mu’jizat-mu’jizat al-Qur’an adalah sebagai berikut:
  1. Pesona al-Qur’an telah amat banyak menarik pendengarnya memeluk Islam.  Penuturan tentang hal ini tak terhitung banyaknya tercatat dalam tarikh.
  2. Tidak ada prosa dan puisi manapun yang memiliki keserasian, keseimbangan kata dan kedalaman serta komprehensifitas maknawi seperti al-Qur’an
  3. Keindahan al-Qur’an melampaui segala ruang, waktu, ras dan budaya. Hal ini adalah “tanda” bahwa al-Qur’an adalah pancaran Keindahan Murni (Jamalun Mahdhun), yakni al-Mufidh (Sang Maha Pelimpah Wujud). Hanya Ialah yang didambakan KeindahanNya oleh segenap umat manusia, tak kenal ruang dan waktu.
  4. Adalah mencengangkan bahwa gaya bahasa Nabi saw. sendiri berbeda dengan al-Qur’an. Hal ini memperjelas bahwa al-Qur’an memiliki sumber yang berbeda dengan kata-kata Rasulullah saw.. Hal ini juga terjadi pada “murid sejati” Rasulullah saw., yakni Imam ‘Ali bin Abi Thalib kw..
Imam ‘Ali bin Abi Thalib kw. akrab dengan al-Qur’an sejak usia sepuluh tahun dan hafal al-Qur’an di luar kepala dan selalu membacanya, serta menjadi ketua penulis wahyu hingga akhir hayat Nabi. Namun gaya bahasa Imam ‘Ali bin Abi Thalib kw. sama sekali berbeda dengan gaya bahasa al-Qur’an.
5)    Geometri kata-kata al-Qur’an tak tertandingi. Tak seorangpun yang telah mampu mengubah satu pun kata-kata al-Qur’an dari tempatnya tanpa merusak keindahannya. Tak seorangpun juga yang telah mampu menghasilkan sesuatu seperti al-Qur’an.
“Bahkan mereka mengatakan: “Muhammad telah membuat-buat al-Quran itu”, Katakanlah: “(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar”.Jika mereka yang kamu seru itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu) itu maka ketahuilah, sesungguhnya al-Quran itu diturunkan dengan ilmu Allah, dan bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia, maka maukah kamu berserah diri (kepada Allah)?” (QS 11(HUD):13-14)
“Atau (patutkah) mereka mengatakan “Muhammad membuat-buatnya”. Katakanlah: “(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar”. Bahkan yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna padahal belum datang kepada mereka penjelasannya. Demikianlah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul). Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim itu.” (QS 10(YUNUS):38-39)
Benarlah ungkapan Imam ‘Ali bin Abi Thilib kw. dalam Nahjul Balaghah Khutbah ke 110:
“Maka sesungguhnya ia adalah sebaik-baik perkataan (al-hadits)”
“Maka sesungguhnya ia adalah yang membuat hati-hati bersemi”

“Maka sesungguhnya ia adalah obat dari dada-dada”
“Maka sesungguhnya ia adalah kisah-kisah yang paling bermanfaat”
Tentang hal ini, Allamah Sayyid Muhammad Husain Thabatha’i menuliskan:
“Adalah kenyataan yang tak terbantah bahwa bahasa Arab adalah bahasa yang kaya, yang mampu mengungkapkan keadaan-keadaan subyektif manusia dengan cara yang paling jelas dan paling tepat. Tidak ada bahasa lain yang mampu menyamai bahasa Arab dalam hal ini. Sejarah menyaksikan bahwa bangsa Arab di masa jahiliyah mampu mencapai kefasihan berbahasa yang tak tertandingi dalam sejarah.
Bahasa fasih dan ekspresif merupakan nilai yang paling berharga dalam kebudayaan Arab. Penghargaan besar diberikan kepada orang-orang yang mampu berbicara indah dan bermutu tinggi. Sebagaimana halnya bangsa Arab menempatkan berhala-berhala mereka di Ka’bah, mereka juga menggantunggkan puisi-puisi yang indah dan menawan yang dikarang oleh orator-orator dan penyair-penyair mereka yang terkemuka di dinding Ka’bah. Sementara mereka menggunakan bahasa yang demikian kaya dan banyak aturan-aturan khusus tanpa kekeliruan, mereka juga suka amat suka menghiasi kata-kata mereka.
Di masa ketika ayat-ayat al-Qur’an pertama kali diwahyukan kepada Rasulullah saw. dan dibacakan kepada orang banyak, ayat-ayat tersebut menciptakan kericuhan di kalangan bangsa Arab dan orator-orator mereka. Pembicaraan al-Qur’an amat menawan, manis, dan penuh makna, sehingga menemukan jalan masuk ke dalam hati mereka dan mempengaruhi jiwa orang-orang yang memiliki kesadaran spiritual, hingga para pembicara yang fasih segera dilupakan orang, dan puisi-puisi yang indah (yan dikenal dengan sebutan al-Mu’alliqat (artinya “puisi-puisi yang digantungkan”, karena digantungkan di dinding Ka’bah)) segera diturunkan dari dinding Ka’bah.
Firman Allah demikian indah tak terlukiskan, dan menggugah hati hingga semua orang tertarik kepadanya. Dengan bentuknya yang manis, ayat-ayat tersebut segera mengunci mulut para orator.
Pada tahun-tahun awal misi-misi kerasulannya, Rasulullah saw. dihadapkan pada seorang orator Arab yang ternama bernama Walid. Rasulullah saw. membacakan beberapa ayat permulaan surah Ha Mim Sajdah (Surah Fushshilat). Dengan segenap kesombongan dan kebanggaannya, Walid terpaksa mendengarkan dengan penuh perhatian hingga Rasulullah saw. sampai pada ayat:
“Jika mereka berpaling, maka katakanlah “Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum Ad dan kaum Tsamud”
(QS 41 (FUSHSHILAT):13)
Kemudian wajah Walid berubah, dia mulai gemetar tak terkendali dan nampak seolah-olah kehilangan akal. Kerumunan orang pun lalu bubar dan bercerai berai.
Sesudah itu beberapa orang pergi menemui Walid dan menggerutu: “Kamu telah menghinakan kita semua di hadapan Muhammad.” Walid menjawab: “Tidak, aku bersumpah demi Tuhan, kamu semua tahu bahwa aku tak takut pada seorang pun dan tak menginginkan apa pun dari orang lain. Dan kamu semua tahu bahwa aku adalah seorang penyair ulung dan pembicara yang cakap. Apa yang kudengar dibacakan oleh Muhammad bukanlah seperti pembicaraan manusia biasa. Apa yang dikatakannya sangat memukau dan menawan hati. Kalian tak bisa menyebutnya puisi atau prosa. Kata-katanya sangat menyentuh hati dan mendalam. Kalau aku harus memberikan penilaian, aku betul-betul tak bisa mengatakan apa-apa, berilah aku waktu tiga hari untuk mempertimbangkannya.” Mereka pun kembali menemuinya setelah tiga hari, dan Walid mengatakan: “Kata-kata Muhammad adalah sihir yang mempengaruhi orang banyak.”
Orang-orang kafir Arab dan Musyrik, yang sebenarnya adalah ahli-ahli bahasa yang amat fasih, bersama segala kesombongan mereka, mundur dari tantangan tersebut dan karenanya lalu mengubah kontes sastra tersebut menjadi perjuangan berdarah. Lebih mudah bagi mereka untuk terbunuh, daripada harus menerima kekalahan atau penghinaan di arena sastra. Orator-orator Arab yang tak mampu menandingi al-Qur’an yang mulia itu bukan cuma mereka yang hidup di masa turunnya wahyu, tapi juga mereka yang hidup di abad-abad berikutnya. Karena tak mampu menghadapi tantangan tersebut, mereka lalu mundur teratur.
Mengapa Rasulullah saw. dengan gaya berbahasanya yang khusus tidak menempati puncak keindahan dalam kesusasteraan Arab, jika kata-katanya merupakan kata-kata manusia sehingga terbuka bagi saingan-saingan? Orator-orator yang semasa dengan Rasulullah saw. tidak mengatakan hal ini, dan penentang-penentang al-Qur’an tidak bisa mengklaim atau membuktikan hal itu. Apa pun sifat atau bakat yang telah berkembang hingga ke puncaknya lewat kemampuan seorang jenius, dalam kenyataannya adalah sesuatu yang muncul dari kemampuan manusia; suatu produk manusiawi. Jadi, adalah mungkin bagi orang lain untuk mengikuti jalan yang ditempuh jenius itu. Lalu, melalui perjuangan dan upaya yang cukup keras, melakukan sesuatu seperti yang dilakukan sang jenius, atau melakukan sesuatu hal yang sama tetapi lebih baik, paling tidak dalam satu hal.
Dalam hal itu, sang jenius awal yang telah membuka jalan tersebut hanya menjadi seorang perintis belaka. Sebaga contoh, tak seorang pun mampu mengalahkan kemurahan hati tokoh legendaris Arab Hatim Ta’i; tetapi orang bisa melakukan perbuatan seperti yang dilakukannya. Orang tidak bisa mengalahkan Mir, sang kaligrafer Iran, dalam hal kaligrafi, atau mengalahkan Mani (pendiri agama Manikaenisme) dalam hal melukis. Tetapi dengan upaya yang cukup, orang dapat menulis satu kata dengan gaya Mir, atau melukis sebuah lukisan kecil dengan gaya Mani.
Menurut hukum yang sama, jika al-Qur’an hanya merupakan contoh terbaik dari kefasihan berbahasa manusia (bukan firman Tuhan), maka akan terbuka kemungkinan bagi orang-orang lain (terutama ahli-ahli bahasa yang terkemuka di dunia), melalui latihan, untuk meniru gaya al-Qur’an dalam menciptakan sebuah buku, atau paling tidak sebuah surah, yang sama dengan al-Qur’an. Dalam mengemukakan tantangannya, al-Qur’an meminta orang-orang untuk menghasilkan ayat-ayat yang sama seperti ayat-ayat al-Qur’an, tidak usah lebih baik:
“Dan jika kalian dalam keraguan tentang yang kami turunkan kepada hamba Kami, buatlah satu surah yang semisalnya dan ajaklah saksi-saksi kalian selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.”
(QS 2(AL-BAQARAH):23)
Kesimpulannya, haruslah dicatat bahwa al-Qur’an al-Karim tidak bisa ditiru, tidak hanya dalam hal kefasihan dan gaya bahasanya yang mengagumkan, melainkan juga dalam hal isinya. Ia menawarkan jawaban-jawaban yang nyata terhadap kebutuhan-kebutuhan umat manusia. Ia menawarkan ajaran-ajaran yang otoritatif mengenai alam gaib, kebenaran-kebenaran spiritual, dan masalah-masalah lain umat manusia pada umumnya. Karena alasan-alasan ini, tak seorang pun akan berhasil membuat sesuatu yang seperti al-Qur’an.”
6)    Pengetahuan yang dikandung al-Qur’an amat luas cakupannya, tak terukur dalamnya; mulai dari persoalan metafisika yang paling dasar hingga regulasi masyarakat yang kompleks; yang madih menjadi obyek perenungan dan penelitian terus menerus melampaui zamannya.
“Dan Kami turunkan kepadamu Kitab (al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”
(QS 16 (AN-NAHL):89)
7)    Pribadi penerima al-Qur’an, yakni Nabi saw. yang berasal dari lingkungan masyarakat jahiliyah yang nyaris tidak beradab, Beliau tidak belajar oleh guru manapun sebelum menjalankan tugas kenabiannya, tidak ada catatan sedikitpun adanya aktifitas intelektual, pengajaran, akademik dari Rasulullah saw.. Bahkan tidak ada sebaris puisi yang Beliau susun!
8)    Berita-berita gaib yang disebutkan al-Qur’an telah menjadi kenyataan. Diantaranya:
a)    Kemenangan Romawi Setelah Kekalahannya dan Kemenangan Perang Badar
“Alif Lam Mim.(1)Telah dikalahkan bangsa Rumawi,(2)di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang(3)dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman,(4)Karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang.(5)”
(QS 30(RUM):1-5)
Pada abad kelima dan keenam Masehi terdapat dua adikuasa, Romawi yang beragama Kristen dan Persia yang menyembah api. Sejarawan menginformasikan bahwa pada 614 M terjadi peperangan antara kedua adikuasa itu berakhir dengan kekalahan Romawi. Ketika itu kaum musyrik di Makkah mengejek kaum Muslim yang cenderung mengharapkan kemenangan Romawi yang beragama samawi itu di atas Persia yang menyembah api. Ayat-ayat tersebut turun pada tahun kekalahan itu, menghibur kaum Muslim dengan dua hal.
Pertama, Romawi akan menang atas Persia pada tenggang waktu tertentu.
Kedua, saat kemenangan itu tiba, kaum Muslim akan bergembira, bukan saja dengan kemenangan Romawi, melainkan juga dengan kemenangan yang dianugerahkan Allah (kepada mereka).
Ternyata bahwa pemberitaan tersebut benar adanya. Sejarah menginformasikan bahwa tujuh tahun setelah kekalahan Romawi – tepatnya pada 622 M – terjadi lagi peperangan antara kedua adikuasa tersebut, dan kali ini pemenangnya adalah Romawi.
Kedua, pada tahun kemenangan itu kaum Muslim akan bergembira dengan kemenangan yang dianugerahkan Allah. Kemenangan dimaksud adalah kemenangan dalam peperangan Badar yang terjadi bertepatan dengan kemenangan dalam peperangan Badar yang terjadi bertepatan dengan kemenangan Romawi itu, yakni pada tahun kedua Hijrah, atau tahun 622 M.
Tujuh tahun sebelum terjadinya peristiwa-peristiwa itu, Nabi Muhammad saw. telah mengetahui dan menyampaikannya. Dari mana beliau memperoleh sumber berita itu? Kalau bukan dari Allah Yang Maha Mengetahui, dari siapa lagi?
Mahabenar Allah dalam segala firmanNya.
b)    Rasulullah saw. akan kembali ke Makkah setelah hijrahnya
“Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) al-Quran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. Katakanlah: “Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang dalam kesesatan yang nyata”.”
(QS 28(AL-QASHASH):85)
c)    Keaslian dan kemurnian al-Qur’an selalu ada dalam penjagaanNya. Dan hal ini terbukti dengan banyaknya hafiz maupun kesesuaian seluruh versi mushaf al-Qur’an yang digunakan umat muslimin di dunia saat ini.
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS 15(AL-HIJR):9)
d)    Ayat-ayat yang tidak bisa dipahami kecuali dengan memahami pengetahuan yang belum diketahui saat al-Qur’an diturunkan. Misal:
Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.”
(QS 15(AL-HIJR):22)
“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(QS 27(AN-NAML):88)
“Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?dan gunung-gunung sebagai pasak?”
(QS 78(AN-NABI):6-7)
e)    Ayat-ayat tentang kejadian dan kekacauan besar yang terjadi dalam tubuh umat Islam ataupun dunia pada umumnya sepeninggal Rasulullah saw..
Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.”
(QS 5(AL-MAIDAH):54)
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.”
(QS 30(AR-RUM:30-32)
f)    Mu’jizat al-Qur’an: Berita Gaib Tentang al-Walid bin al-Mughirah
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina(10), yang banyak mencela dan ke sana kemari membawa fitnah (11), yang sangat enggan berbuat baik, yang sangat melampaui batas lagi banyak berdosa (12), yang kaku, kasar, kemudian terkenal kejahatannya/diakui orangtuanya(13) karena dia mempunyai (banyak)harta dan anak(14) apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berkata, “(Ini adalah) dongeng-dongengan orang-orang dahulu kala” (15), Kami akan berikan tanda ia di belalai (hidung)nya.(16)” (QS 68(AL-QALAM):10-16)
Ayat ini turun berkaitan dengan ulah seorang musyrik yang bernama al-Walid bin al-Mughirah. Ada dua pemberitaan gaib pada rangkaian ayat-ayat tadi. Pertama, gaib masa lampau yang diisyaratkan oleh ayat ke-13.
Sulaiman bin Umar al-Jamal, berkomentar tentang ayat tersebut sebagai berikut :
Al-Walid bin al-Mughirah diangkat anak oleh “ayah”-nya dan dinisbahkan kepada al-Mughirah, setelah selama delapan belas tahun tidak dikenal siapa ayahnya. Ketika ayat-ayat tersebut turun, al-Walid berkata kepada ibunya, “Sesungguhnya Muhammad (melalui al-Qur’an) menyifati saya dengan sembilan sifat, dan semuanya saya mengerti, kecuali satu (yaitu zanim). Jelaskan kepadaku, kalau tidak kupenggal lehermu.” Maka ibunya menjawab, “sesungguhnya ayahmu impoten, aku khawatir kehilangan harta, maka aku berhubungan (seks) dengna penggembala, dan engkau adalah anak si penggembala itu.
Demikian terlihat al-Qur’an mengungkap rahasia pribadi seseorang, yang sangat disembunyuikan, bahkan yang bersangkutan sendiri tidak mengetahuinya. Kalau pemberitaan gaib itu, berkaitan dengan masa lampau, yang kedua berkaitan dengan masa depannya.
Seperti terbaca pada ayat ke-16, yang bersangkutan (dalam hal ini al-Walid bin al-Mughirah) akan diberi tanda pada hidungnya. Mahabenar Allah, karena dalam peperangan Badar yang terjadi pada tahun kedua Hijrah, al-Walid terlibat pada peperangan tersebut dan dia mengalami luka pada hidungnya, sehingga berbekas sepanjang hayatnya.
Demikian, berita yang belum terjadi, diinformasikan oleh al-Qur’an dan terbukti kebenarannya, jauh setelah informasi itu disampaikan.
g)    Pemberitaan Gaib tentang Abu Jahal
“Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang (9) seorang hamba ketika dia mengerjakan shalat.(10) Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu berada di atas kebenaran (11) atau dia menyuruh (orang lain) bertakwa kepada Allah. (12) Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan berpaling (13) Tidakkah ia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya? (14) Ketahuilah, sungguh jika ia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami akan tarik ubun-ubunnya (15) yaitu ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka (16) Maka biarlah ia memanggil geng (kelompok)nya untuk menolongnya (17) Kami akan memanggil Malaikat Zabaniyah (18) Sekali-kali jangan! Janganlah kamu patuh kepadanya. Sujud dan dekatkanlah (dirimu kepada Allah) (19)” (QS 96 (AL-‘ALAQ):9-19)
Para ulama sepakat menyatakan bahwa ayat-ayat tersebut turun menyangkut Abu Jahal yang melarang atau menghalangi Nabi Muhammad saw. melaksanakan shalat dengan berbagai cara dan ancaman.
Abu Jahal adalah tokoh mafioso kaum musyrik di Makkah dan mempunyai kelompok yang sangat disegani, sedangkan Nabi Muhammad saw., ketika turunnya ayat ini, belum memiliki kekuatan yang memadai untuk mengimbangi Abu Jahal dan kelompoknya. Namun demikian, Allah swt., mengecam sikap Abu Jahal itu bahkan memerintahkan kepada Nabi untuk menyampaikan ancamanNya (ayat 15).
Sungguh jika al-Qur’an merupakan karya Nabi Muhammad, tidaklah logis beliau akan menyampaikan ancaman demikian pada saat kondisi dan situasi beliau sedemikian lemah, dan karena itu pula Abu Jahal yang mendengar ancaman itu berkata, “Apakah engkau mengancamku, sedangkan aku adalah tokoh yang paling banyak anggota kelompoknya di lembah ini?” Mendengar komentar ini, sekali lagi al-Qur’an menantang dengan ayat ke-17, serta mengancamnya dengan Zabaniyah, yaitu malaikat penjaga neraka yang bertugas menyiksa orang-orang durhaka.
Ayat ke-15 mengancam Abu Jahal apabila tidak berhenti menghalangi shalat (dan menjalankan misinya), ia akan diseret ubun-ubunnya.
Sikap keras Abu Jahal ternyata terus berlanjut. Abu JahAllah pemicu peperangan Badar yang terjadi pada tahun kedua Hijrah. Ketika itu pasukan musyrik Makkah yang berangkat dari Makkah untuk menyelamatkan kafilah, sudah ingin kembali karena kafilah telah selamat, tetapi Abu Jahal enggan kembali, sebelum kaum Muslim dihabisi. Di sini ancaman Allah itu terbukti. Perang Badar, perang antara kaum Muslim yang berjumlah 317 orang di bawah pimpinan Nabi Muhammad saw. berkecamuk melawan pasukan kaum musyrik yang berjumlah sekitar 1300 orang di bawah pimpinan Abu Jahal.
Kekalahan pahit dan total menimpa pasukan kaum musyrik. Abu Jahal sendiri pun tewas. Dalam keadaan tak berdaya, ia ditemui oleh Ibnu Mas’ud, seorang sahabat Nabi yang pendek lagi lemah. Khawatir jangan sampai Abu Jahal masih memiliki kekuatan, sahabat Nabi tersebut meletakkan panah dari kejauhan di kedua lubang hidung Abu Jahal. Kemudian ditusuknya, lalu ditebas lehernya, dan karena beliau tidak sanggup membawanya, maka diseretnya kepala pembangkang itu dengan tali, menuju Rasulullah saw.. Demikian, ancaman Allah – pada masa jaya Abu Jahal – untuk menyeret ubun-ubunnya, jika ia tidak berhenti membangkang terbukti jauh setelah ancaman dan informasi itu disampaikan.
Mahabenar Allah dengan segala firman-Nya.
9)    Pengaruh al-Qur’an terhadap jiwa manusia
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik, (yaitu) al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang. Gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada suatu pemberi petunjuk untuknya.”
(QS 39 (AZ-ZUMAR):23)
Dalam buku al-I’jaz al-‘Ilmi fi al-Qur’an, Muhammad Kamil Abdush Shamad, menulis antara lain sebagai berikut:
Alat-alat observasi elektronik yang dikomputerisasi telah digunakan untuk mengukur perubahan-perubahan fisiologis pada sejumlah sukarelawan sehat yang sedang mendengarkan dengan tekun ayat-ayat al-Qur’an. Merka terdiri dari sejumlah kaum Muslim yang dapat berbahasa Arab dan yang tidak pandai – Muslim dan bukan muslim. Dibacakan kepada mereka penggalan ayat-ayat al-Qur’an (dalam bahasa Arab) kemudian terjemahannya ke bahasa Inggris. Percobaan ini membuktikan adanya pengaruh yang menenangkan hingga mencapai 97 persen. Pengaruh tersebut bahkan terlihat dalam benguk perubahan-perubahan fisiologis yang tampak melalui berkurangnya tingkat ketegangan saraf. Perincian hasil eksperimen ini telah dilaporkan pada konferensi tahunan XVII Organisasi Kedokteran Islam Amerika Utara yang diselenggarakan di Santa Lusia pada Agustus 1984.
Selanjutnya Muhammad Kamil menulis:
Telah dilakukan pula studi perbandingan untukmengetahui apakah pengaruh serta dampak-dampak fisiologis tersebut, benar-benar disebabkan oleh al-Qur’an bukan oleh faktor-faktor luar seperti suara, nada, dan langgam bacaan al-Qur’an yang berbahasa Arab itu, atau karena pendengara mengetahui bahwa yang dibacakan kepadanya adalah bagian dari kitab suci. Untuk maksud studi ini, digunakan alat ukur stres yang dilengkapi dengan komputer dari jenis MEDAL 3002, yaitu alat yang diciptakan dan dikembangkan oleh Pusat Kedokteran Universitas Boston di Amerika Serikat. Alat tersebut mengukur reaksi-reaksi yang menunjuk kepada ketegangan dengan dua cara. Pertama, pemeriksaan psikologis secara langsung melalui komputer. Kedua, pengamatan dan pengukuran perubahan-perubahan fisiologis pada tubuh. Percobaan dilakukan sebanyak dua ratus sepuluh kali terhadap lima orang sukarelawan, tiga pria dan dua wanita yang umur mereka berkisar antara 17-40 tahun dengan rata-rata usia 22 tahun. Kesemua sukarelawan itu tidak beragama Islam dan tidak berbahasa Arab.
Kedua ratus sepuluh percobaan itu dibagi dalam tiga jenis, 85 kali diperdengarkan ayat-ayat al-Qur’an yang dibacakan secara mujawwad (tanpa lagu), 85 kali bacaan berbahasa Arab bukan dari ayat al-Qur’an, dengan suara dan nada yang sama dengan bacaan mujawwad itu, sedangkan 40 kali (sisa dari 210 itu) tidak dibacakan apa-apa, tetapi diminta dari yang bersangkutan untuk duduk dengan tenang sambil menutup mata yang jug amerupakan posisi mereka dalam 2×85 percobaan kedua jenis yang disebut sebelum ini.
Tujuan percobaan tersebut adalah untuk mengetahui apakah redaksi ayat-ayat al-Qur’an mempunyai dampak terhadap yang mengerti artinya, dan apakah pengaruh itu – apabila ada – benar-benar merupakan pengaruh redaksi ayat al-Qur’an, bukan pengaruh nada dan langgam bahasa Arab yang asing di telinga pendengarnya. Sedangkan tujuan percobaan tanpa bacaan adalah untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh posisi dalam memberikan ketenangan. Dari hasil pengamatan awal, terbukti bahwa tidak ada pengaruh posisi duduk tanpa bacaan dalam mengurangi ketegangan, karena itu percobaan ini pada tahap akhir hanya dilakukan pada dua jenis percobaan pertama. Pada akhirnya, hasil yang diperoleh adalah, 65 persen dari percobaan yang menggunakan ayat-ayat al-Qur’an mempunyai pengaruh positif dalam memberi ketenangan, sedangkan yang bukan ayat al-Qur’an hanya 35 persen.
Marilah kita kembali kepada awal uraian. Penulis tadinya menilai subjektivitas beberapa ulama tentang pengaruh psikologis ayat-ayat al-Qur’an. Tetapi, kini, kalau apa yang dikemukakan di seini tidak bias dan benar-benar valid, tentu pandangan penulis semula itu telah keliru, karena terbukti betapa Kitab Suci al-Qur’an memberi pengaruh terhadap para pendengar dan pembacanya.
10)    Tidak ada kontradiksi dalam al-Qur’an. Dalam dunia material, tidak ada apapun yang tidak berubah. Al-Qur’an diturunkan berangsur-angsur dalam waktu 23 tahun dalam berbagai kondisi dan situasi, ruang serta waktu: di Makkah maupun Madinah, siang ataupun malam, sepanjang perjalanan maupun di rumah, dalam keadaan senang maupun susah. Ia mengandung beragam subyek dari penyingkapan rahasia spiritual, moralitas, hukum untuk segala aspek kehidupan. Satu bagian al-Qur’an terkadang saling melengkapi dan membahas yang dibahas dalam bagian lain. Demikian dahsyat kenyataan bahwa dalam kondisi seperti ini, tidak ada kontradiksi dan perbedaan apa pun dalam al-Qur’an dalam prinsip-prinsip dan seluruh ajarannya! Ini adalah suatu “tanda” yang terang bahwa al-Qur’an bukanlah berasal dari manusia, namun benar-benar berasal dari Zat Yang Maha Mengetahui yang melampaui batasan materialitas apapun!
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Quran? Kalau kiranya al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS 4(AN-NISA):82)
Demi langit yang mengandung hujan.Dan bumi yang mempunyai tumbuh-tumbuhan,sesungguhnya al-Quran itu benar-benar firman yang memisahkan antara yang hak dan yang bathil.dan sekali-kali bukanlah dia senda gurau.” (QS 86(ATH-THARIQ):11-14)
“Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Dan sesungguhnya itu benar-benar sumpah yang besar sekiranya kamu mengetahui. Dan (ini) sesungguhnya al-Qur’an yang sangat mulia. Dalam Kitab yang terpelihara (Lauh Mahf?dz). Tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan seluruh alam.”(QS 56(AL-WAQI’AH):75-80)
11)    Keseimbangan redaksi al-Qur’an
Dibalik jumlah pengulangan kosakata al-Qur’an, Rasyad Khalifah mengulas kata basmalah yang terdiri dari 19 huruf. Jumlah bilangan kata-kata basmalah yang terdapat dalam al-Qur’an tersebut walaupun berbeda-beda namun adalah kelipatan 19.
(1)    Ism dalam al-Qur’an sebanyak 19 kali.
(2)    Allah sebanyak 2698 kali yang merupakan perkalian 142 x 19.
(3)    Ar-Rahman sebanyak 57 = 3 x 19.
(4)    Ar-Rahim sebanyak 114 = 6 x 19
Dari sini kemudian ia beralih pada keseimbangan-keseimbangan yang lain.
Allah yang telah menurunkan al-Kitab(AL-Qur’an) dengan penuh kebenaran serta dengan timbangan (perimbangan), dan tahukah kamu, boleh jadi Hari Kiamat itu telah dekat” (QS 42 (ASY-SYU’ARA’):17)
Abdurrazaq Naufal dalam bukunya al-‘ijaz al-‘Adad al-Qur’an al-Karim (Kemukjizatan dari Segi Bilangan dalam al-Qur’an), mengemukakan contoh-contoh lain tentang keseimbangan tersebut.
A.    Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dan antonimnya misalnya:
(al-hayah/kehidupan) dan (al-maut/kematian) masing-masing sebanyak 145 kali.
(al-naf’/manfaat) dan  (al-fasad/kerusakan atau mudarat) masing-masing 50 kali.
(al-harr/panas) dan  (al-bard/dingin) masing-masing 4 kali.
(ash-shalihat/kebajikan) dan  (as-sayyiat/keburukan) masing-masing 167 kali.
(ath-thuma’ninah/kelapangan atau ketenangan) dan  (adh-dhayyiq/kesempitan atau kekesalan) masing-masing 13 kali.
(ar-Ruhbah/cemas atau takut) dan  (ar-raghbah/harap atau ingin) dalam berbagai bentuknya masing-masing 8 kali.
(al-kufr/kekufuran dalam bentuk definite) dan (al-iman/iman) masing-masing 17 kali.
(kufr dalam bentuk indefinite) dan (iman) masing-masing 8 kali.
(ash-shaif/musim panas) dan  (asy-syita’)/musim dingin) masing-masing 1 kali.
B.    Keseimbangan Jumlah Bilangan Kata dengan Sinonim atau Makna yang Dikandungnya
(al-harts/membajak [sawah]) dan (az-zira’ah/bertani) masing-masing 14 kali.
(al-‘ujub/membanggakan diri atau angkuh) dan (al-ghurur/angkuh) masing-masing 27 kali. (adh-dhllun/orang sesat) dan (al-maut?/mati [jiwanya]) masing-masing 17 kali.
(al-Qur’an),  (al-wahy), (al-islam) masing-masing 70 kali.
(al-‘aql/akal), (an-nur/cahaya) masing-masing 49 kali.
(al-jahr/nyata) dan (al-‘alaniyah/nyata) masing-masing 16 kali.
C.    Keseimbangan Antara Jumlah Bilangan Kata Dengan Jumlah Kata yang Menunjuk kepada Akibatnya
(al-infaq/menafkahkan) dan (ar-ridh?/kerelaan) masing-masing 73 kali
(al-bukhl/kekikiran) dan  (al-hasrah/penyesalan) masing-masing 12 kali.
(al-kafirin/orang-orang kafir) dan (an-nur/neraka/pembakaran) masing-masing 154 kali.
(az-zakah/penyucian) dan (al-barakat/kebajikan yang banyak) masing-masing 32 kali.
(al-fahisyah/kekejian) dan (al-ghadhab/murka) masing-masing 26 kali.
D.    Keseimbangan Antara Jumlah Bilangan Kata dan Kata Penyebabnya
(al-israf/pemborosan) dan (as-sur’at/ketergesa-gesaan) masing-masing 23 kali.
(al-mau’izhah/nasihat/petuah) dan (al-lisan/idah) masing-masing 25 kali.
Di samping keseimbangan-keseimbangan tersebut, ditemukan pula keseimbangan khusus
E.    Keseimbangan Khusus
Misalnya:
1-Kata (yaum/hari) dalam bentuk tunggal, sejumlah 365 kali, sebanyak hari-hari dalam setahun. Sedangkan kata hari yang menunjuk kepada jamak (ayyam) dan dua (/yaumain), jumlah keseluruhannya hanya tiga puluh, sejumlah hari-hari dalam sebulan. Di sisi lain kata yang berarti “bulan” – (syahr – asyhur) hanya terdapat dua belas kali, sejumlah bulan dalam setahun.
2-Al-Qur’an menjelaskan bahwa langit ada tujuh, dan penjelasan ini diulanginya sebanyak “tujuh kali” pula, yaitu pada QS 2(AL-BAQARAH):29, QS 17(AL-ISRA’):14, QS 23(AL-MU’MIN?N):86, QS 41(FUSHSHILAT):12, QS 65(ATH-THALAQ):12, QS 67(AL-MULK):3) dan QS 71(NUH):15. Di sisi lain penjelasannya tentang terciptanya langit dan bumi dalam enam hari, dinyatakan pula dalam tujuh ayat.
3-Kata-kata yang menunjuk kepada utusan Tuhan, baik (rasul),  atau (nadzir/pemberi peringatan) keseluruhannya berjumlah 518 kali, dan jumlah ini seimbang dengan jumlah penyebutan nama-nama nabi, dan rasul, dan pembawa berita tersebut, yakni 518.
Apakah mungkin keseimbangan jumlah kata sekompleks ini adalah kebetulan? Tentu tidak mungkin, jelas ini merupakan salah satu segi mu’jizat al-Qur’an yang tak terbantah.
* * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar